Senin, 06 Maret 2023

TRADISI ADAT ISTIADAT KHAS PANGANDARAN

 1. Tradisi Hajat Laut


Hajat Laut yaitu pesta Laut (syukuran Nelayan) yang merupakan acara yang biasanya digelar oleh masyarakat pesisir, utamanya daerah pantai Selatan setiap bulan Muharam pada kamis wage menjelang jumat kliwon. Warga pesisir Pangandaran biasa menyelenggarakan hajat laut setiap bulan Syura.

acara ini dimaksudkan sebagai ucapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rejeki serta keselamatan terhadap para nelayan. Selain itu hajat laut juga dimaksudkan agar nelayan senantiasa diberikan keselamatan dalam mencari ikan sehari-harinya. Ada juga yang mempercayai sebagai acara untuk meminta keselamatan nelayan terhadap tokoh mitos, Dewi Roro Kidul yang dipercaya sebagai penunggu pantai selatan.

Upacara hajat laut merupakan acara ritual yang dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk mengenang nenek moyang yang telah meninggal di lautan. 

Acara ini biasanya ditandai dengan dibawanya sesaji yang disimpan dalam tiga jempana yang di bawa ke tengah laut dan ditenggelamkan (dilarung). Upacara Tradisional Hajat Laut merupakan daya tarik wisata dengan nilai budaya yang sangat tinggi pada masyarakat pesisir. 

Namun seiring berjalannya waktu dan masuknya agama Islam, upacara hajat laut mengalami pergeseran makna. Jempana yang dihanyutkan atau dilarung ke laut tidak lagi berisi makanan-makanan ataupun kepala hewan ternak, tapi dibiarkan kosong, dan prosesi larung ini hanya sebagai simbolis saja. Secara leksikal, menurut kamus besar bahasa Indonesia, hajat laut artinya adalah maksud, keinginan, kehendak, kebutuhan atau keperluan.

2. Tradisi Kliwonan

Tradisi kaliwonan merupakan salah satu budaya memandikan bayi lima tahun (balita) yang diwariskan oleh orang tua dulu kepada turunannya yang hingga saat ini masih dipertahankan oleh masyarakat di Pangandaran.

Tradisi tersebut merupakan salah satu budaya yang tidak mengalami pergeseran dari mulai tatacara dan prakteknya meskipun terjadi perkembangan jaman dan prakteknya hanya dilakukan setiap hari yang jangkepnya kaliwon.

Salah satu Ibu Kaliwon, Nenek Idhe (58), asal Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih mengatakan, pelaku kaliwonan merupakan tradisi yang diturunkan secara estapet sehingga tradisi ini hanya bisa dilakukan oleh turunan yang leluhurnya memiliki keahlian kaliwon.

“Tradisi mandi kaliwonan balita diyakini sebagai salah satu tradisi supaya anak balita ada dalam keberkahan, keselamatan hidup, fisiknya sehat dan memiliki aura daya tarik anak,” kata Nenek Idhe.

Praktek kaliwonan yang dilakukan kepada balita dengan cara mandi menggunakan air bunga yang telah dibacakan doa sambil dipijit di bagian tubuh balita tertentu dengan membacakan dijampi-jampi.

“Air bunga untuk mandi kaliwon balita pun ada ketentuannya diantaranya ada uang recehan jaman dulu yang terbuat dari logam benggol bergambar Ratu Wihelmina dan batu alam khusus yang memiliki keramat,” tambahnya.

3. Tradisi Babarit


Di Pangandaran Babarit merupakan sebuah ritual syukuran atau hajat bumi yang dilakukukan sebagai wujud syukur dari pendapatan hasil perkebunan dan pertanian. Tradisi ini hampir punah keberadaannya.

Menelisik dalam KBBI, Babarit atau babaritan adalah suatu ritual tahunan yang lahir dari adat Suku Sunda. Prosesinya dilaksanakan setiap tahun pada hari, bulan dan tempat yang sama setiap tahun.

Biasanya prosesi Babarit dilaksanakan setiap pagi Jumat Kliwon memasuki bulan Mulu. Dahulu tradisi Babarit dilaksanakan di area persawahan atau pun kuburan leluhur.
Rangkaian acara adat tahunan yang beberapa hari atau minggu sebelumnya diawali terlebih dahulu dengan sedekah ketupat tiga hari sebelumnya. Ketua Lembaga Adat Pangandaran Erik Krisna Yudha mengatakan, acara Babarit ini sudah ada sejak abad 15 seiring keberadaan Galuh Pangauban di wilayah Ciputrapinggan di Pangandaran.

Secara literatur tradisi Babarit berawal dari sebuah kejadian di luar nalar. Ketika masyarakat sedang dilanda kekeringan dan wabah penyakit menular yang dipercaya disebabkan roh jahat. Roh jahat dianggap sudah menempati sebuah daerah yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun wabah pada waktu itu. Sehingga masyarakat pada zaman itu melaksanakan sebuah selamatan atau syukuran meminta doa kepada Yang Maha Kuasa.

Dengan tujuan mengusir pengaruh roh jahat dan memohon untuk meminta hujan kepada Allah agar tanah tidak kekeringan lagi. Dalam perkembangannya tradisi Babarit diadakan untuk syukuran hasil bumi masyarakat dan selamatan memperingati tahun baru Islam.

Tradisi ini sarat akan makna yang terdapat pada berbagai macam makanan yang tersaji dalam ritual tersebut. Babarit juga mengandung tiga fungsi, yaitu fungsi agama, fungsi sosial dan fungsi budaya.


0 komentar:

Posting Komentar